Senandung Para Tawanan Waktu

Postingan saya mulai, hemm, melihat kedua prespektif yang kami miliki, Izinkan saya untuk berharap, cerahkan masa depan saya, setelah membaca post orang beradu argumen, melihat mereka mereka yang kaya dan dengan seribu harapan mereka untuk bisa mencumbui kehidupan megah. Kupikir nalar saya beradu, saya memang manusia yang banyak sekali harapan, walaupun manufaktur otak saya memang rendah dan jauh dari produktif. I can hold my own lust, and all my obsessions, memang sulit menahan nafsu dan obsesi, terus hidup lurus pun sulit. Namun saya pikir saya kuat menahan arus, saya kuat menentang setiap penyesatan yang terjadi di otak saya, entah apakah saya memiliki filter ataupun apalah yang serupa seperti itu. Obsesi tanpa realisasi. Bukannya tanpa alasan, bukannya saya lelah mencoba, bukannya saya selalu putus asa, saya yang selalu bergerak, saya yang paling ambisius, apakah adil? Apakah rakus? Ternyata benar benar gelap jalan didepan saya, malaikat, bisakah anda beri saya lampu? Terlalu gelap bung. Saya tidak mau melangkah terlalu jauh, tapi ambisi juga tak bisa saya tahan, kita sekarang tak bisa berjalan ke belakang, baik, anggap saja belakang kita adalah jurang, lantas apa yang ada didepan kita? jurang juga? Hmm, saya pun tidak mengetahui jelas, YA, Kita terjebak! Tidak bisa maju ataupun mundur. Dalam dimensi apakah kita? Saya tidak tahu. dan saya tidak bisa melihat apapun sekarang, singkatnya, saya buta dunia, saya buta akan semua, saya telah terlalu buta untuk dibutakan para pembuta! Sungguh, hidup itu kutukan, Wahai yang berkuasa, mengapa kamu lemparkan kami ke Bumi sehingga Kami terpaksa membutuhkan engkau? Mengapa kamu melempar kami ke Bumi lantas kamu berkata bahwa kamu tidak membutuhkan kami? Masa depan? Huh sial, saya teringat kepada hal itu lagi. Mengapa kami tidak diciptakan tanpa indra perasa? Jika indra perasa itu sendiri akan menjadi cambuk bagi kami. Zat yang berkuasa, bisakah kamu membalas semua tulisan ini? Saya terlampau lelah untuk terus berkelit dalam ini bung.